Rabu, 29 Desember 2010

prinsip-prinsip manajemen

PRINSIP-PRINSIP
MANAJEMEN PENDIDIKAN
Juli 27, 2008 @ 9:50 am › mustafatope
↓ Skip to comments
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN
PENDIDIKAN
Dosen Pembimbing: Dr. Syarifuddin Cn.
Sida, M.Pd
______________________________________________
Dipresentasikan oleh Kelompok 2
Prinsip-prinsip Manajemen
Untuk menjamin keberhasilan sebuah
usaha maka manajemen haruslah
dilaksanakan berdasarkan dalil-dalil
umum manajemen atau yang lebih
dikenal sebagai prinsip-prinsip
manajemen.
Dari sekian banyak prinsip manajemen
yang dapat diajarkan dan dipelajari oleh
seorang calon manajer, diantaranya
yang terpenting adalah:
1. Prinsip Pembagian kerja
2. Prinsip Wewenang dan Tanggung
Jawab
3. Prinsip Tertib dan Disiplin
4. Prinsip Kesatuan Komando
5. Prinsip Semangat Kesatuan
6. Prinsip Keadilan dan Kejujuran
Ad.1. Prinsip Pembagian kerja
Bila sebuah usaha berkembang, maka
bertambah pulalah bidang-bidang
pekerjaan yang harus ditangani. Maka
pembagian kerja diantara semua orang
yang bekerja sama dalam suatu usaha
tersebut menjadi sangat penting. Di
samping pembagian kerja antara
atasan dan bawahan (orang yang
memimpin dan yang dipimpin). Dalam
pembagian kerja perlu diperhatikan
penempatan orang-orang yang sesuai
dengan keahlian, pengalaman, kondisi
fisik dan mentalnya. Tujuan pembagian
kerja adalah agar dengan usaha yang
sama dapat diperoleh hasil kerja yang
terbaik. Pembagian kerja dapat
membantu pemusatan tujuan, di
samping juga merupakan alat terbaik
untuk memanfaatkan individu-individu
dan kelompok orang sesuai dengan
bidang keahliannya masing-masing.
Ad. 2. Prinsip Wewenang dan Tanggung
Jawab
Setiap orang yang telah diserahi tugas
dalam sesuatu bidang pekerjaan
tertentu dengan sendirinya memiliki
wewenang untuk membantu
memperlancar tugas-tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. Akan
tetapi sebaliknya, semua wewenang
tentu harus disertai tanggung jawab
terhadap atasan atau terhadap tujuan
yang hendak dicapai. Antara wewenang
dan tanggung jawab harus seimbang,
sehingga setiap orang dapat
memberikan tanggung jawab sesuai
dengan wewenang yang diberikan
kepadanya.
Wewenang adalah hak memberikan
perintah-perintah dan kekuasaan
meminta kepatuhan dari yang
diperintah. Ada dua jenis wewenang,
pertama wewenang atau kekuasaan
pribadi yang bersumber kepada
kepandaian, pengalaman, nilai moral,
kesanggupan memimpin dan lain
sebagainya, kedua wewenang resmi
yang diterima dari instansi yang lebih
tinggi. Wewenang resmi yang diperoleh
dari atasan tidak akan mendukung
tugas-tugas seseorang, jika tidak
diimbangi dengan wewenang pribadi.
Tanggung jawab adalah tugas dan
fungsi-fungsi atau kewajiban yang
harus dilakukan oleh seorang petugas.
Untuk melaksanakan tugas atau
tanggung jawab ini kepadanya harus
diberikan wewenang, agar kepatuhan
dapat diberikan oleh bawahan dan
sangsi dapat diberikan kepada
bawahan yang tidak memberikan
kepatuhan.
Ad. 3. Prinsip Tertib dan Disiplin
Sebuah usaha yang dilakukan dengan
tertib dan disiplin akan dapat
meningkatkan kualitas kerja, dan
peningkatan kualitas kerja akan pula
menaikkan mutu hasil kerja sebuah
usaha.
Hakekat dari kepatuhan adalah disiplin,
yakni melakukan apa yang sudah
disetujui bersama antara pimpinan dan
petugas atau para pekerja, baik
persetujuan yang tertulis, lisan maupun
yang berupa peraturan-peraturan atau
kebiasaan-kebiasaan.
Ad. 4. Prinsip Kesatuan Komando
Di dalam sebuah kapal tidak boleh ada
dua nakhoda, demikian pula di dalam
sebuah usaha. Untuk setiap tindakan
setiap petugas harus menerima
perintah dari hanya seorang atasan
saja. Bila tidak, berarti wewenang
dikurangi, disiplin terancam, ketertiban
terganggu, dan stabilitas akan
mengalami ujian.
Jika perintah datang dari hanya satu
sumber, maka setiap orang juga akan
tahu kepada siapa ia harus
bertanggung jawab sesuai dengan
wewenang yang telah diberikan
kepadanya.
Ad.5. Prinsip Semangat Kesatuan
Makna peribahasa jawa ‘rukun agawe
santosa’ atau persatuan adalah
kekuatan telah kita pahami dan
laksanakan sejak lama. Hal ini harus
dipahami oleh setiap anggota
kelompok yang hendak melakukan
sebuah usaha bersama. Dengan
perkataan lain, dalam sebuah usaha
bersama, setiap orang harus memiliki
jiwa kesatuan: merasa senasib
sepananggungan, dari yang paling atas
sampai yang paling bawah. Sebab
dengan adanya semangat kesatuan
yang teguh maka setiap orang akan
bekerja dengan senang dan
memudahkan timbulnya inisiatif dan
prakarsa untuk memajukan usaha.
Ad. 6. Prinsip Keadilan dan Kejujuran
Semangat kesatuan hanya dapat dibina
jika prinsip keadilan dan kejujuran
diterapkan dengan baik sehingga setiap
orang dapat bekerja dengan sungguh-
sungguh dan setia.
Keadilan dituntut misalnya dalam
penempatan tenaga kerja yang harus
benar-benar dipertimbangkan
berdasarkan pendidikan, pengalaman,
dan keahlian seseorang. Kecuali itu
keadilan juga dituntut misalnya dalam
pembagian pendapatan (upah), sesuai
dengan berat ringannya pekerjaan dan
tanggung jawab seseorang.
Kejujuran dituntut agar masing-masing
orang bekerja pertama-tama untuk
kepentingan bersama dari usaha yang
dilakukan, dan bukan mendahului
kepentingan pribadi.
Secara ringkas Dr. Awaluddin Djamin,
MPA mengatakan bahwa sebuah usaha
akan berjalan dengan baik jika
dilakukan berdasarkan prinsip KIS,
singkatan dari Koordinasi, Integrasi,
dan Sinkronisasi. Menurut prinsip KIS
sebuah usaha atau kegiatan itu harus
dilakukan dalam bentuk kerjasama,
konsultasi, dan kesatuan tindak antara
bagian-bagian, baik secara horisontal
maupun secara vertikal dan bersifat
menyeluruh untuk mencapai
keselarasan, kebulatan, dan efisiensi.
Prinsip KIS tersebut dapat dijelaskan
satu persatu sebagai berikut.
Koordinasi adalah usaha untuk
menghimpun dan sekaligus
mengarahkan kegiatan-kegiatan semua
sarana atau alat di dalam organisasi
(orang, uang, bahan, metoda, dan
sebagainya) kepada tujuan oranisasi.
Integrasi adalah usaha-usaha untuk
menyatukan kegiatan–kegiatan
berbagai bagian atau unit dalam suatu
organisasi, sehingga merupakan suatu
kebulatan pikiran maupun tindakan ke
arah satu sasaran atau tujuan.
Sinkronisasi adalah usaha untuk
menyelaraskan atau menyesuaikan
kegiatan dari berbagai bagian atau unit
organisasi, guna tercapainya keserasian
atau keharmonisan tindakan dalam
menuju sasaran atau tujuan.
Jika manajemen tidak dijalankan sesuai
dengan prinsip-prinsip manajemen di
atas maka besar sekali
kemungkinannya akan timbul
‘mismanagement’ (salah urus).
Banyak sebab yang dapat menimbulkan
lahirnya mismanagement, diantaranya
yang terpenting adalah:
o Belum adanya struktur
organisasi yang baik
o Rencana tidak sesuai
dengan kemampuan
pelaksanaan
o Belum adanya
keseragaman tentang
cara kerja (metoda) dan
tata kerja antar bagian
o Belum adanya kesesuaian
pendapat antara
pimpinan dengan
pimpinan atau antara
pimpinan dan bawahan.
Penerapan Prinsip Manajemen pada
Peningkatan Mutu Sekolah
Ada tiga faktor penyebab
rendahnya mutu pendidikan yaitu :
kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan nasional menggunakan
pendekatan educational production
function atau input-input analisis
yang tidak consisten; 2)
penyelenggaraan pendidikan
dilakukan secara sentralistik; 3)
peran serta masyarakat khususnya
orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan sangat
minim (Husaini Usman, 2002).
Berdasarkan penyebab tersebut dan
dengan adanya era otonomi daerah
yang sedang berjalan maka
kebijakan strategis yang diambil
Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah dalam
meningkatkan mutu pendidikan
untuk mengembangkan SDM
adalah : (1) Manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah (school
based management) dimana
sekolah diberikan kewenangan
untuk merencanakan sendiri upaya
peningkatan mutu secara
keseluruhan; (2) Pendidikan yang
berbasiskan pada partisipasi
komunitas (community based
education) di mana terjadi interaksi
yang positif antara sekolah dengan
masyarakat, sekolah sebagai
community learning center; dan (3)
Dengan menggunakan paradigma
belajar atau learning paradigm yang
akan menjadikan pelajar-pelajar
atau learner menjadi manusia yang
diberdayakan. Selain itu pada
tanggal 2 Mei 2002, bertepatan hari
pendidikan nasional, pemerintah
telah mengumumkan suatu gerakan
nasional untuk peningkatan mutu
pendidikan, sekaligus menghantar
perluasan pendekatan Broad Base
Education System (BBE) yang
memberi pembekalan kepada
pelajar untuk siap bekerja
membangun keluarga sejahtera.
Dengan pendekatan itu setiap siswa
diharapkan akan mendapatkan
pembekalan life skills yang berisi
pemahaman yang luas dan
mendalam tentang lingkungan dan
kemampuannya agar akrab dan
saling memberi manfaat.
Lingkungan sekitarnya dapat
memperoleh masukan baru dari
insan yang mencintainya, dan
lingkungannya dapat memberikan
topangan hidup yang
mengantarkan manusia yang
mencintainya menikmati
kesejahteraan dunia akhirat
Untuk merealisasikan kebijakan
diatas maka sekolah perlu
melakukan manajemen peningkatan
mutu. Manajemen Peningkatan
Mutu (MPM) ini merupakan suatu
model yang dikembangkan di dunia
pendidikan, seperti yang telah
berjalan di Sidney, Australia yang
mencakup : a) School Review, b)
Quality Assurance, dan c) Quality
Control, dipadukan dengan model
yang dikembangkan di Pittsburg,
Amerika Serikat oleh Donald Adams,
dkk. Dan model peningkatan mutu
sekolah dasar yang dikembvangkan
oleh Sukamto, dkk. Dari IKIP
Yogyakarta (Hand Out, Pelatihan
calon Kepala Sekolah).
Manajemen peningkatan mutu
sekolah adalah suatu metode
peningkatan mutu yang bertumpu
pada sekolah itu sendiri,
mengaplikasikan sekumpulan
teknik, mendasarkan pada
ketersediaan data kuantitatif &
kualitatif, dan pemberdayaan
semua komponen sekolah untuk
secara berkesinambungan
meningkatkan kapasitas dan
kemampuan organisasi sekolah
guna memenuhi kebutuhan peserta
didik dan masyarakat. Dalam
Peningkatan Mutu yang selanjutnya
disingtkat MPM, terkandung upaya
a) mengendalikan proses yang
berlangsung di sekolah baik
kurikuler maupun administrasi, b)
melibatkan proses diagnose dan
proses tindakan untuk menindak
lanjuti diagnose, c) memerlukan
partisipasi semua fihak : Kepala
sekolah, guru, staf administrasi,
siswa, orang tua dan pakar.
Berdasarkan pengertian di atas
dapat difahami bahwa Manajemen
Peningkatan Mutu memiliki prinsip :
1. Peningkatan mutu harus
dilaksanakan di sekolah
2. Peningkatan mutu hanya
dapat dilaksanakan dengan
adanya kepemimpinan yang
baik
3. Peningkatan mutu harus
didasarkan pada data dan
fakta baik bersifat kualitatif
maupun kuantitatif
4. Peningkatan mutu harus
memberdayakan dan
melibatkan semua unsur
yang ada di sekolah
5. Peningkatan mutu memiliki
tujuan bahwa sekolah dapat
memberikan kepuasan
kepada siswa, orang tua dan
masyarakat. (Hand out,
pelatihan calon kepala
sekolah :2000)
Adapun penyusunan program
peningkatan mutu dengan
mengaplikasikan empat teknik : a)
school review, b) benchmarking, c)
quality assurance, dan d) quality
control. Berdasarkan Panduan
Manajemen Sekolah (2000:200-202)
dijelaskan sebagai berikut :
a. School review
Suatu proses dimana seluruh
komponen sekolah bekerja sama
khususnya dengan orang tua dan
tenaga profesional (ahli) untuk
mengevaluasi dan menilai
efektivitas sekolah, serta mutu
lulusan.
School review dilakukan untuk
menjawab pertanyaan berikut :
1. Apakah yang dicapai sekolah
sudah sesuai dengan harapan orang
tua
siswa dan siswa sendiri ?
2. Bagaimana prestasi siswa ?
3. Faktor apakah yang menghambat
upaya untuk meningkatkan mutu ?
4. Apakah faktor-faktor pendukung
yang dimiliki sekolah ?
School review akan menghasilkan
rumusan tentang kelemahan-
kelemahan, kelebihan-kelebihan dan
prestasi siswa, serta rekomendasi
untuk pengembangan program
tahun mendatang.
b. Benchmarking :
Suatu kegiatan untuk menetapkan
standar dan target yang akan
dicapai dalam suatu periode
tertentu. Benchmarking dapat
diaplikasikan untuk individu,
kelompok ataupun lembaga.
Tiga pertanyaan mendasar yang
akan dijawab oleh benchmarking
adalah :
1. Seberapa baik kondisi kita?
2. Harus menjadi seberapa
baik?
3. Bagaimana cara untuk
mencapai yang baik
tersebut?
Langkah-langkah yang dilaksanakan
adalah :
1. Tentukan fokus
2. Tentukan aspek/variabel
atau indikator
3. Tentukan standar
4. Tentukan gap
(kesenjangan) yang terjadi.
5. Bandingkan standar
dengan kita
6. Rencanakan target untuk
mencapai standar
7. Rumuskan cara-cara
program untuk mencapai
target
c. Quality assurance
Suatu teknik untuk menentukan
bahwa proses pendidikan telah
berlangsung sebagaimana
seharusnya. Dengan teknik ini akan
dapat dideteksi adanya
penyimpangan yang terjadi pada
proses. Teknik menekankan pada
monitoring yang
berkesinambungan, dan
melembaga, menjadi subsistem
sekolah.
Quality assurance akan
menghasilkan informasi, yang :
1. Merupakan umpan balik bagi
sekolah
2. Memberikan jaminan bagi orang
tua siswa bahwa sekolah
senantiasa memberikan
pelayanan terbaik bagi siswa.
Untuk melaksanakan quality
assurance menurut Bahrul Hayat
dalam hand out pelatihan Calon
kepala sekolah (2000:6), maka
sekolah harus :
1. Menekankan pada kualitas hasil
belajar
2. Hasil kerja siswa dimonitor
secara terus menerus
3. Informasi dan data dari sekolah
dikumpulkan dan dianalisis
untuk memperbaiki proses di
sekolah.
4. Semua pihak mulai kepala
sekolah, guru, pegawai
administrasi, dan juga orang
tua siswa harus memiliki
komitmen untuk secara
bersama mengevaluasi kondisi
sekolah yang kritis dan
berupaya untuk memperbaiki.
d. Quality control
Suatu sistem untuk mendeteksi
terjadinya penyimpangan kualitas
output yang tidak sesuai dengan
standar. Quality control
memerlukan indikator kualitas yang
jelas dan pasti, sehingga dapat
ditentukan penyimpangan kualitas
yang terjadi.
Manajemen Mutu Terpadu Di
Sekolah
Manajemen Mutu Terpadu yang
diterjemahkan dari Total Quality
Management (TQM) atau disebut
pula Pengelolaan Mutu Total (PMT)
adalah suatu pendekatan mutu
pendidikan melalui peningkatan
mutu komponen terkait. M. Jusuf
Hanafiah, dkk (1994:4)
mendefinisikan Pengelolaan Mutu
Total (PMT) adalah suatu
pendekatan yang sistematis,
praktis, dan strategis dalam
menyelenggarakan suatu
organisasi, yang mengutamakan
kepentingan pelanggan. pendekatan
ini bertujuan untuk meningkatkan
dan mengendalikan mutu. Sedang
yang dimaksud dengan Pengeloaan
Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi
(bisa pula sekolah) adalah cara
mengelola lembaga pendidikan
berdasarkan filosofi bahwa
meningkatkan mutu harus diadakan
dan dilakukan oleh semua unsur
lembaga sejak dini secara terpadu
berkesinambungan sehingga
pendidikan sebagai jasa yang
berupa proses pembudayaan sesuai
dengan dan bahkan melebihi
kebutuhan para pelanggan baik
masa kini maupun yang akan
datang.
Komponen yang terkait dengan
mutu pendidikan yang termuat
dalam buku Panduan Manajemen
Sekolah (2000: 191) adalah 1)
siswa : kesiapan dan motivasi
belajarnya, 2) guru : kemampuan
profesional, moral kerjanya
(kemampuan personal), dan
kerjasamanya (kemampuan social).
3) kurikulum : relevansi konten dan
operasionalisasi proses
pembelajarannya, 4) dan, sarana
dan prasarana : kecukupan dan
keefektifan dalam mendukung
proses pembelajaran, 5) Masyarakat
(orang tua, pengguna lulusan, dan
perguruan tinggi) : partisipasinya
dalam pengembangan program-
program pendidikan sekolah. Mutu
komponen-komponen tersebut di
atas menjadi fokus perhatian kepala
sekolah.
Adapun prinsip dari MMT dalam
buku tersebut yaitu selama ini
sekolah dianggap sebagai suatu
Unit Produksi, dimana siswa sebagai
bahan mentah dan lulusan sekolah
sebagai hasil produksi. Dalam MMT
sekolah dipahami sebagai Unit
Layanan Jasa, yakni pelayanan
pembelajaran.
Sebagai unit layanan jasa, maka
yang dilayani sekolah (pelanggan
sekolah ) adalah: 1) Pelanggan
internal : guru, pustakawan,
laboran, teknisi dan tenaga
administrasi, 2) Pelanggan eksternal
terdiri atas : pelanggan primer
(siswa), pelanggan sekunder (orang
tua, pemerintah dan masyarakat),
pelanggan tertier (pemakai/
penerima lulusan baik diperguruan
tinggi maupun dunia usaha).
E. Permasalahan
Masalah-masalah yang dihadapi
dalam pelaksanaan manajemen
peningkatan mutu pendidikan
sebagaimana dikemukakan oleh
Hanafiah, dkk adalah : pertama
sikap mental para pengelola
pendidikan, baik yang memimpin
maupun yang dipimpin. Yang
dipimpin bergerak karena perintah
atasan, bukan karena rasa tanggung
jawab. Yang memimpin sebaliknya,
tidak memberi kepercayaan, tidak
memberi kebebasan berinisiatif,
mendelegasikan wewenang.
Masalah kedua adalah tidak adanya
tindak lanjut dari evaluasi program.
Hampir semua program dimonitor
dan dievaluasi dengan baik, Namun
tindak lanjutnya tidak dilaksanakan.
Akibatnya pelaksanaan pendidikan
selanjutnya tidak ditandai oleh
peningkatan mutu.
Masalah ketiga adalah gaya
kepemimpinan yang tidak
mendukung. Pada umumnya
pimpinan tidak menunjukkan
pengakuan dan penghargaan
terhadap keberhasilan kerja stafnya.
Hal ini menyebabkan staf bekerja
tanpa motivasi. Masalah keempat
adalah kurangnya rasa memiliki
pada para pelaksana pendidikan.
Perencanaan strategis yang kurang
dipahami para pelaksana, dan
komunikasi dialogis yang kurang
terbuka. Prinsip melakukan sesuatu
secara benar dari awal belum
membudaya. Pelaksanaan pada
umumnya akan membantu sustu
kegiatan, kalau sudah ada masalah
yang timbul. Hal inipun merupakan
kendala yang cukup besar dalam
peningkatan dan pengendalian
mutu. (M. Jusuf Hanafiah dkk,
1994:8).
DAFTAR PUSTAKA
¡ http://www.isi-ska.ac.id/
elearning/etno/pertemuan4/
materi4.html
¡ http://www.geocities.com/
guruvalah/
Manaj_Pening_Mutu_Pend.html
¡ Fattah, Nanang. 2000. Landasan
Manajemen Pendidikan. Cetakan
Ketiga. Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar